Eulogy Mbah Uti

Namanya Sutiyem Binti Kaseran. Mbah uti, begitu saya biasa memanggilnya. Mbah uti adalah Guru SD di desa Butuh Purworejo. Mbah uti sedo Kamis, 18 Januari 2024. Beberapa saat yang lalu, salah satu cicitnya sempet datang menjenguk mbah uti yang sudah sepuh saat mbah uti baru saja ulang tahun, ke 80.

Mbah uti adalah Wanita dengan drive yang besar. Selain bekerja sebagai guru, beliau adalah sedikit dari bagian keluarga yang punya kemampuan pengelolaan uang yang sangat baik untuk ukuran guru SD yang tinggal sebuah di desa yang sangat kecil. Sesuatu yang sampai saat ini belum kesampaian untuk ditanyakan ke uti, kok bisa?. Rasa-rasanya hari ini saya pengin ngobrol banyak sama uti tentang hal ini. Sebuah hal yang cukup unik, mengingat keluarganya yang kebanyakan isinya guru. Kemampuannya mengelola uang ini ditunjukkan antara lain dalam bentuk produksi gula jawa rumahan dan kepemilikan angkot, yang berjalan hingga beberapa tahun.

Mbah Uti sempet dititipi putunya yaitu saya, sehingga saya pernah punya ingatan tinggal di rumahnya. Rumahnya yang dulu cukup besar, saya lupa persisnya karena mbah uti pindah rumah ke rumah Pakdhe setelah mulai sepuh, jadi rumah yang kami kunjungi tiap lebaran beberapa tahun ke belakang adalah rumah Pakdhe. Ingatan terupdate saya kemungkinan saat saya masih SD. Di depan rumah Mbah Uti yang lama terdapat 2 pohon rambutan aceh, sedangkan disebelah kanan rumah ada 1 rambutan lokal. Rambutan aceh ini yang kalau kita makan bijinya bisa misah dengan mudah dari kulit dagingnya, rasanya manis, teksturnya solid, mudah dikupas. Rambutan lokal relatif susah misahin biji sama daging buahnya seinget saya mengkonsumsinya mesti sambil diemut. Rindang dan Femina adalah majalah yang bisa saya baca untuk menghabiskan waktu ditempat mbah uti, waktu yang saat itu terasa sangat lama bagi saya, terutama saat menunggu siang ke sore saat film-film anak-anak mulai ditayangkan. Jaman sebelum ada hp waktu terasa lebih lama. Siang dan sore hari di desa sangat tenang hampir hampir terasa terlalu sepi, dengan bunyi cicada, dan kadang-kadang bunyi gergaji mesin. 

Warung untuk mencari jajan adalah warung Mbah Kusen cucunya namanya Arip, yang terletak di perempatan jalan utama. Di warung Mbah Kusen ini ada macam-macam jajan anak kecil dan sayur mayur. Yang iconic, tentu saja ager-ager jadul yang bentuknya seperti cone lalu lintas, transparan. Ada juga anak mas(100 perak) dan mie (25 perak). Showcase warungnya tarletan di kiri rumah, setinggi dada pas saat kecil, ditutup dengan blok kayu-kayu persegi panjang yang disusun vertical.

Di belakang rumah mbah kusen ada suatu kantor, dan TK, TK mardi siwi namanya. Seinget saya di TK ini saya punya memori tentang seorang anak perempuan yang cantik, ompong, tapi cantik. Tutut namanya. Karna saya sangat kecil saya sempet dititip di TK tersebut. Bu gurunya ada 2, salah satunya bu wati bu guru yang perawakannya tegap, raut mukanya antik dan tegas. Satu lagi saya lupa, apakah ini guru di TK yang lain, namun seingat saya sosoknya lebih kalem dan berjilbab. Di depan TK ada ayunan dan prosotan. Saat masih kecil dulu akses ke tk seingat saya bukan lewat jalan utama, tapi sebuah jalan kecil di sisi dalam.

Ditempat mbah uti ini ada 2 tetangga, 1 mas mas, kalau tidak salah mas Antok namanya, dan 1 lagi namanya Luth. 

Luth adalah anak penjual buah sawo, kalau saja punya akses dan kapital yang cukup mungkin saat ini luth bisa jadi seniman seni rupa. Seinget saya di bisa membuat plintheng ataupun panah-panahan yang bagus, menandakan kemampuan pekerjaan tangan yang baik. Seperti bapaknya, badan luth juga besar. Entah kenapa sayur sederhana di rumahnya terasa enak, hal yang sama, yaitu makanan yang rasanya begitu enak ditengah kesederhanaan, juga terjadi di rumah tukang nderesnya mbah uti. Tukang deres inilah yang mengenalkan saya ke sambel korek, cukup ditemani tempe goreng ataupun kerupuk, sambal korek ini akan mengelevate rasa dari menu existing. Sambal korek yang pertama saya rasakan kalau tidak salah terbuat dari lombok hijau. Setelah bawang putih, cabai, dan sejumput garam selesai diuleg tidak boleh ketinggalan adalah juga jlantah yang ditambahkan secukupnya diakhir dan diuleg merata. Sederhana itu bisa enak.

Kembali ke Mbah Uti, Mbah Uti adalah orang yang menyenangkan kalau diajak ngobrol, wawasannya luas, pesan-pesannya valid. “Ngrekam” adalah salah satu kata yang saya ingat dari mbah uti dan beberapa keluarga yang lain, disaat saya menunjukkan bahwa saya mendengarkan apa yang mereka omongkan atau mendengarkan beberapa hal dari tv. Saya menunjukkannya dengan mengulang beberapa kata atau statement di depan mereka.

Saat kecil dulu Mbah Uti-lah yang membuat saya bisa bobok dengan tenang setiap malam dengan dipejetin, dan dibacakan pengantar tidur: sholawat nariyah dan bacaan ayat kursi. 

Saya cukup bersyukur bahwa kepulangan dari US kemarin, saya, istri, dan salah satu anak saya yang paling anteng sempet saya bawa untuk ketemu Mbah Uti sesuai ajakan ibu untuk menjenguk. Kami menghabiskan berberapa saat untuk ngobrol. Diantara banyak obrolan, Mbah Uti cerita tentang kondisinya yang semakin sepuh, bahwa mbah uti masih care sama kakung dan masih pengin bisa ngopeni kakung, hanya saja tubuhnya yang secara natural melemah karna penuaan sudah tidak memungkinan lagi untuk perform. Mbah Uti juga cerita keinginannya untuk panjang umur, “menungso yo pengine sehat terus, ben iso ngibadah”. Dia bercerita bahwa saudaranya, yaitu kakak-kakaknya, sudah mendahului. Kejadian paling dekat adalah kakak pertamanya yang baru saja beristirahat dengan tenang sebulanan sebelumnya. Selain sanak keluarga, Uti membicarakan beberapa orang yang dia kenal seperti muridnya, dan beberapa kiyai muda yang juga sudah pergi terlebih dulu. Dia juga menceritakan bahwa dia sedang menunggu kedatangan ponakannya yang dari lampung. Ponakan yang menyebut Mbah Uti sebagai role model karna Mbah Uti sempat berjasa ngopeni ponakannya ini. 

Komunikasi yang lancar, aspirasi untuk tetap sehat, serta kondisi tubuh yang melemah tapi masih cukup kuat untuk berdiri dan berjalan ke kamar mandi, membuat saya berasumsi bahwa Mbah Uti masih akan diberikan waktu yang cukup lama untuk bisa dijenguk cucu-cucunya dan cicit-cicitnya lagi. Saya masih ingat kegumunannya ke cicitnya yang anteng makan makroni. Anak saya yang saya bawa njenguk Uti adalah anak yang paling anteng, yang walaupun malu ketemu uyut kakung dan uyut putrinya, masih bisa duduk anteng diruangan asalkan ada makroni pedes. Mbah Uti senyum dan heran ngeliat cicitnya bisa duduk anteng. Dia menanyakan cicit2nya yang lain, keduanya memang sedang dikondisikan di rumah. Supaya kedatangan kami tidak mengganggu, kami tidak membawa 2 kakaknya yang sering (sekali) ribut kalau bosan. Mereka juga sering ribut secara alami kalau mereka semua ngumpul bareng, dengan berbagai macam sebab. Selain itu, saya masih berpikir bahwa besok-besok akan balik lagi lengkap saat kondisinya pas. Ternyata apa yang terjadi berbeda. Uti tidaklah sempat bertemu degan ponakannya, dan tidaklah sempat bagi saya untuk kembali menjenguk uti bersama dengan cicit-cicitnya lengkap. 

Beberapa hari setelahnya Mbah Uti masuk rumah sakit karna lemas. Seminggu di rumah sakit, Mbah Uti recover dan pulang. Kondisi dirumah cukup baik, anak-anak uti, yaitu pakdhe, bulek, dan ibu bergantian njenguk dan menemani. 2 hari sebelum dipundut, cerita Ibu, Mbah Uti masih berkomunikasi dengan baik. Mbah Uti juga tidak mengeluhkan sakit atau sesuatu yang khusus yang berkaitan dengan kondisinya. Kamis setelah subuh, Mbah uti dipundut. Bapak mengabarkan broadcast berita duka di group whatsapp yang dibuat generik untuk dibroadcast ke semua sanak family dan kolega. Tangiskupun pecah.

Magrib, setelah Mbah Uti dimakamkan pada siang harinya, saya nelpon ibu untuk menanyakan detail hari-hari terakhir Mbah Uti. Dari video call dengan ibu yang masih di rumah pakdhe, Mbah Kakung terilhat tegar, “Uti sedo fif, gampang banget le sedo”, cerita kakung.

Selaras dengan keinginannya untuk hidup lebih lama untuk beribadah, salah satu pesan Mbah Uti buat anak-anak dan cucunya adalah untuk menjaga solat. Ini pesan yang sama dengan pesan dari Mbah Uti satunya (dari bapak) yang masih sugeng. Pesannya mengingatkan berharganya waktu yang masih dipunya kepada cucu-cucunya dan menunjukkan kepedulian mereka kepada keturunannya. Insyaallah ya uti. Uti sekarang sudah ditempat berbeda, kita ngga bisa ngobrol lagi, tapi pesan-pesan Mbah Uti dan inspirasi Mbah Uti selalu menjadi bagian dari hidup kami. Selamat beristirahat uti.

Leave a comment